Visualsulutnews.blogspot BITUNG (senin 06/12/2021) Seorang IRT pemilik Mobil Honda Jazz DB 1505 CF, Mulyanti Badu, warga asal Kelurahan Pateten Satu, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung menjadi korban dari Mafia Finance yang diduga bekerja sama dengan oknum Kepolisian Polres Bitung..
“Pada tahun 2013 BFI Finance setelah lunas langsung mengambil pinjaman 40 Jt, pinjaman akan lunas saya pinjam lagi 80 Juta, Semuanya lancar dan terakhir 115 Juta, namun karena pandemi maka mengalami sedikit keterlambatan. Kemudian Bulan Mei 2021 terus terang saya menunggak selama 5 bulan, namun saya saat ingin melunasi dari BFI tidak mau karena mereka ingin tunggakan sekaligus denda serta pelunasan dibayar.” Jelasnya.
Diceritakannya pada tahun 2013 Mulyanti menjadi konsumen BFI Finance, setelah cicilan mobil lunas langsung mengambil pinjaman 40 Jt, pinjaman akan lunas saya pinjam lagi 80 Juta, semuanya lancar dan terakhir Rp 115 Juta awalnya tidak ada masalah, namun karena dampak pandemi Covid-19 cicilan saya ada masalah.
“Pada Bulan Mei 2021 terus terang saya menunggak selama 5 bulan, namun saya saat ingin melunasi dari BFI tidak mau karena mereka ingin tunggakan sekaligus denda serta pelunasan dibayar,” ujarnya.
Menurutnya cicilan per bulan Rp 7.5 Juta, Mulyanti putuskan ambil tenor pendek yakni Rp 10 Juta/bulan, menjadi masalah saat denda disodorkan Rp 45 Juta dan mereka meminta pelunasan langsung Rp 115 Juta.
“Waktu itu saya siap untuk pelunasan dengan syarat denda 45 juta dihapuskan, tetapi mereka tidak mau,”kesal Mulyanti sembari menambahkan mulai saat itu mendapatkan teror via telpon pihak finance akan mengambil mobil.
Merasa terusik, Mulyanti mengadu ke LPKRI agar bisa mendapatkan perlindungan dan mediasi terkait denda di BFI.
“Saya titipkan mobil ke LPKRI, dengan alasan agar unit ini aman dan lembaga ini bisa memberikan solusi kepada saya konsumen,” beber Mulyanti.
Seiring berjalannya waktu, wanita 39 Tahun ini mendapat surat dari Polres Bitung untuk klarifikasi sebanyak 2 kali sampai saya ditetapkan tersangka.
“Waktu mobil saya diambil anggota Polisi yakni Angga, Roy dan Angky, mereka mengatakan hanya akan mengambil gambar Mobil, namun setelah itu mereka langsung menunjukkan surat penyitaan dari Pengadilan,” kata Mulyanti.
Anehnya, mereka mengatakan bahwa konsumen atas nama Mulyanti telah melakukan penggelapan mobil, padahal hubungan dia dan BFI sangat baik. “Ada 4 BPKB Motor dan 1 BPKB Mobil disana dan saya pun adalah konsumen yang membayarnya sampai lunas,memang ada masalah tetapi saya mempunyai niat baik menyelesaukannya,”terang Mulyanti.
Mulyanti meminta agar Kepolisian dapat dengan bijak dalam memproses suatu kasus,”Apa yang digelapkan, ini kan mobil saya dan mobilnya pun ada diparkiran rumah saya juga,”tukasnya.
Ditemukan kejanggalan surat yang dikeluarkan Kejaksaan terkait penyitaan objek tidak sesuai dengan nama Mulyanti Badu sebagai tersangka, setelah di scan barcodenya yang muncul nama orang lain.
“Ini kan perkara perdata yang bukan rana kepolisian, apakah Polisi seperti Debt Colector yang datang menarik mobil kerumah konsumen yang sah?”timpal Mylyanti.
Terkait masalah ini Pengurus Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) Bitung Ketua Jori Rotinsulu, Kabidkum Christianto Janis,SH, Meytha Katili,SH, Wakil Ketus Rialdho Korompot sangat menyayangkan tindakan kepolisian.
“Apa yang digelapkan, inikan atas nama konsumen sendiri dan tidak dialihkan, bagaimana dengan tindakan anggota kepolisian yang datang mengambil mobil layaknya Debt Colector, apakah bisa,”keterangan resmi LPK-RI Bitung.
Ingat PP Polri Nomor 2 Tahun 2003 pasal 5 (h)
Anggota Kepolisian dilarang, menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang.
Demikian jug Surat dari Kabareskrim No.Pol : B/2110/VIII/2009/Bareskrim tertanggal 31 Agustus 2009 yang ditanda-tangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri , Komisaris Jendral Drs Susno Adji., S.H.,M.H., M.Sc Tentang Prosedur Penanganan Kasus Perlindungan Konsumen. Surat ini memuat 2 pokok yang harus diikuti oleh penyidik Polri di seluruh Indonesia :
- Pelaporan yang dilakukan oleh debitur atas ditariknya unit jaminan oleh lembaga fnance ketika debitur itu wanprestasi, tidak boleh diproses oleh penyidik polri dengan psl-psl pencurian, perampasan dan lain sebagainya.
- Pelaporan yang dilakukan oleh lembaga finance ketika mengetahui debiturnya melakukan pengalihan unit jaminan, tidak boleh diproses oleh penyidik polri dengan psl-psl penggelapan dll sebagainya. surat bareskrim ini mempertimbangkan KUHAP dan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai bahan rujukan dikeluarkannya surat tersebut. Sehingga dengan demikian, masih menurut surat bareskrim, maka bila terjadi 2 persoalan diatas penyidik harus menolak proses laporan dan menyarankan kepada pihak pelapor untuk menyelesaikannya di BPSK karena badan itulah yang berwenang melakukan penyelesaian sengketa konsumen. (WISJE)